Kamis, 26 September 2013

bunga terinda di dunia





Pada saat mekar, pemandangan yang disajikan akan luar biasa. Warna yang paling indah dari bunga ini adalah putih dan pink. Bahkan pada saat jatuh dan terhampar di tanah, pemandangan yang disajikan oleh bunga ini akan sangat luar biasahttp://hermawayne.blogspot.com

sumur tua lalole

jeruk faforit siompu







Jeruk Siompu Buton, Buah Yang Hampir Punah

Jeruk Siompu merupakan tanaman tradisional penduduk Pulau Siompu di Kabupaten Buton, pulau kecil dengan luas sekitar 50 km persegi di barat daya Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

Jeruk siompu memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh jeruk asal daerah lainnya. Yakni lebih manis dibandingkan dengan hampir semua jenis jeruk unggulan di Tanah Air seperti jeruk keprok Sumatera, Kalimantan atau jeruk dari Bali atau Jawa.

Karakteristik jeruk ini kurang berair, sehingga masyarakat di Kabupaten Buton, Kota Baubau dan Sulawesi Tenggara pada umumnya, menyajikannya sebagai hidangan setelah makan di atas meja karena kurang memadai jika diperas airnya menjadi minuman segar (juice).

Meski demikian karena nikmat dan manisnya jeruk Siompu, ia sebenarnya memiliki potensi pasar yang besar, sayangnya tidak diimbangi dengan jumlah produksi oleh para petani jeruk setempat.

Warga setempat menjelaskan, selama lebih dari 10 tahun terakhir ini tanaman jeruk ini memang sudah agak langka.

Tokoh masyarakat Siompi, La Banggai (75), yang juga tokoh petani jeruk dari Desa Lontoi, mengatakan, hampir semua warga Pulau Siompu yang tersebar di delapan desa adalah petani jeruk. "Tapi itu dulu di zaman saya masih anak-anak," tuturnya.

Sekarang ini gangguan penyakit terus memusnahkan tanaman itu. Akibatnya, banyak warga terus menunda keinginannya untuk menanam jeruk.

Ia juga mengakui, produksi jeruk siompu memang sering mengalami pasang surut. Ada saatnya produksi melimpah, dan pada masa yang lain merosot.

Belakangan ini produksi merosot sangat tajam karena tanamannya sebagian dimusnahkan petani untuk memutus serangan penyakit, ujarnya.

Menurut La Sese (51), mantan Kepala Desa Kaimbulawa, Kecamatan Siompu yang juga berasal dari keluarga petani jeruk mengatakan, jeruk termasuk tanaman manja yang selalu membutuhkan sentuhan manusia. Salah satu bentuk sentuhan itu adalah mendekatkan tanaman dengan asap dapur rumah tangga.

"Orang Siompu juga beranggapan bahwa asap mengandung karbon dioksida yang dibutuhkan tanaman jeruk. Dengan penanaman di halaman rumah, berarti tanaman itu berpeluang untuk selalu mendapatkan asap dapur," katanya.

Namun demikian, baik La Sese maupun La Banggai, mengemukakan jeruk siompu sebenarnya bisa berkembang di luar pekarangan. Namun syaratnya, tanaman itu harus diberi pupuk kandang yang memadai.

"Masalahnya, umumnya petani tidak memiliki hewan ternak, seperti kambing, yang cocok dengan kondisi alam Pulau Siompu, sehingga tak ada kotoran ternak yang bisa dibuat pupuk," ujarnya.

Hampir seluruh daratan Pulau Siompu yang berpenduduk sekitar 18.000 jiwa itu tersusun dari batu kapur yang keras dan tajam.

Namun jeruk sioumpu ini dapat tumbuh di sembarang tempat dan akan memberikan hasil optimum bila ditanam di lokasi yang sesuai.

Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman ini yaitu dataran rendah sampai 700 meter di atas permukaan laut. Sedangkan jeruk yang ditanam di atas ketinggian tersebut rasa buahnya lebih asam.

Suhu optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya berkisar antara 25-30 derajat Celcius. Sedangkan sinar matahari harus penuh agar produksinya optimum.

Postur tanah yang disukai tanaman jeruk ialah jenis tanah gembur, porous, dan subur. Kedalaman air tanahnya tidak lebih dari 1,5 m pada musim kemarau dan tidak boleh kurang dari 0,5 m pada musim hujan.

Tanah tidak boleh tergenang air karena akar akan mudah terserang penyakit. Tanah yang baik untuk tanaman jeruk siompu harus ber-pH 5-6. Curah hujannya yang cocok berkisar antara 1.000-1.200 mm per tahun dengan kelembaban udara 50-85 persen.



Dukungan modal

Untuk mempertahankan keaslian khas jeruk Siompu yang sejak masa belanda sudah tumbuh di daerah bebatuan yang cadas itu, maka pemerintah kabupaten dan provinsi seharusnya memberi dukungan modal bagi petani di daerah itu.

"Pemerintah setempat jangan berdiam diri memikirkan kelanjutan dan kesinambungan tanaman yang tergolong langka dan unik itu, karena hanya bisa tumbuh dan berkembang di kawasan dua Kecamatan yang dipisahkan dengan laut dari kabupaten Buton dan Kota Baubau," kata anggota DPRD Buton, La Ode Mursalim.

Menurut politisi dari PPP Buton itu, pemerintah dan para pengambil kebijakan seharusnya berupaya mempertahankan tanaman yang hanya berproduksi sekali dalam setahun khususnya antara bulan Agustus dan September itu.

Menurut dia, ada kekeliruan yang selama ini telah terjadi di daerah itu yakni petani setempat belum diajari tentang bagaimana tata cara untuk meningkatkan produktivitas termasuk aspek pemasaran.

"Mereka hanya berorientasi pada pasar lokal, sementara permintaan pasar dari luar daerah maupun luar negeri cukup besar," katanya.

Khusus pasar dalam negeri, Jeruk Siopmpu sudah banyak dikenal, karena hampir setiap tahun ikut pada kegiatan kontes buah jeruk yang diadakan di ibukota Jakarta. Bahkan jeruk Siompu pernah dipesan khusus untuk memenuhi kelengkapan buah di istana presiden.

Meski instansi teknis sudah beberapa kali melakukan berbagai inovasi teknologi terutama untuk mengembangkan ke daerah lain, mereka tetap dianggap gagal, karena bila tanaman tropis itu dipindahkan ke daerah lain rasa buahnya tidak sama lagi dengan buah yang ditanam di daratan Siompu.

Jeruk Siompu, ujarnya, di Pulau Siompu sendiri hampir punah. Padahal bila ditinjau dari sejarah masa lalu tanaman jeruk ini hampir dapat ditemui di seluruh wilayah Siompu.

Namun seiring perkembangan jaman, tanaman itu sudah banyak yang mati, belum lagi serangan hama batang dan kurangnya perhatian dari pihak yang terkait sehingga menyebabkan tanaman itu dari hari ke hari menjadi langka.

Sebenarnya sudah ada usaha-usaha dari pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian untuk melestarikan dan menggiatkan kembali penanaman Jeruk Siompu, hanya mungkin masih kurang pengawalan dan pendampingan dari Dinas Pertanian mengingat tanaman jeruk ini merupakan tanaman tahunan, ujarnya.

Sehingga Dinas Pertanian dan Hortikultura harus mengawal pelestarian tanaman jeruk Siompu ini, bukan hanya soal pemberian bibit tapi sampai berbuah, serta penaggulangan serangan hama tanaman.

"Menyangkut aspek pemasaran, produksi jeruk siompu tidak pernah menjadi masalah karena di saat tanaman itu masih sedang berbuah, sudah ada pedagang baik lokal maupun dari luar daerah yang langsung menawarkan untuk membelinya dengan harga yang jauh lebih tinggi dibanding dengan jeruk siam lokal," kata Witir, pemerhati masalah jeruk Siompu, yang juga tokoh Pemuda di wilayah itu.

Ia mengatakan bila harga pasaran jeruk lokal di tingkat petani berkisar Rp3.000-Rp4.000 per kilogram, maka jeruk Siompu bisa mencapai dua kali lipat yakni antara Rp8.000 hingga Rp10.000 per kilogram.

"Saya belum pernah mendengar bahwa jeruk Siompu saat musim panen sulit dipasarkan, bahkan justru banyak pedagang yang mau membeli namun produksinya sudah tidak ada lagi," katanya.

Dinas pertanian setempat mencatat, setiap satu ha terdapat 300-400 pohon tanaman jeruk, dan setiap pohon hanya bisa menghasilkan buah antara 150-200 buah.

Dengan demikian petani jeruk di wilayah itu pada musim panen hanya dapat Rp2 juta per hektare atau masih di bawah standar dibanding petani jeruk di pulau Jawa yang bisa menghasilkan 3-4 kali lipat dari petani di Pulau Siompu (Ant)